Makalah Pendekatan dan model kurikullum
PENDEKATAN DAN MODEL KURIKULUM
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum
dengan dosen Prasetyo Dwi Hatmoko, M.Pd.
Di susun oleh:
Fenti Fadhillah Isnaningsih (20188210030)
Victor Trilaksa Wonanto (20188200029)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KUSUMA NEGARA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penerangan jalan bagi setiap kaum muslimin berupa Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan suri tauladan yang baik, bagaimana hidup beriringan dengan cahaya kebenaran. Semoga keselamatan tercurahkan pula kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh kaum muslimin hingga akhir zaman.
Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT, makalah tentang Pendekatan dan Model Kurikulum sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum dapat terselesaikan dengan baik.
Bekasi, November 2019
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum, Model Konsep Kurikulum, dan Model Pengembangan Kurikulum 2
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum 3
C. Model Konsep Kurikulum 6
D. Model Pengembangan Kurikulum 9
BAB III PENUTUP 13
Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga akan memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu. Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
Dalam memngembangkan kurikulum tentunya tidak secara spontan dikembangkan tetapi harus mempunyai pendekatan dan model yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum. Dengan demikian, dalam pembahasan makalah ini akan menbahas tentang Pendekatan dan Model Kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendekatan pengembangan kurikulum, model konsep kurikulum, dan model pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana pendekatan dalam pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana model konsep dalam kurikulum?
4. Bagaimana model pengembangan dalam kurikulum?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian pendekatan pengembangan kurikulum, model konsep kurikulum, dan model pengembangan kurikulum.
2. Memahami pendekatan dalam pengembangan kurikulum.
3. Memahami model konsep kurikulum.
4. Memahami model pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum, Model Konsep Kurikulum, dan Model Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Pendekatan lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Pengertian Model Konsep Kurikulum
Sebagai kajian teoritis, model konsep kurikulum merupakan dasar untuk pengembangan kurikulum. Atau dengan kata lain, pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas konsep-konsep kurikulum yang ada. Model konsep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan yang dianut.
3. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Toto Ruhimat, dkk dalam Noerdian Dana (2013) model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan dan kemampuan memperbaharui diri (regenerative capability). Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah sebagai berikut:
Menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Memperinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan.
Menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan.
Mengembangkan silabus.
Mengembangkan skenario pembelajaran.
Mengembangkan perangkat lunak pembelajaran.
Mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, member nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.
2. Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.
Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain:
Filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara keseluruhan.
Analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making).
Manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah mengelola organisasi.
3. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku. Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain:
Peran guru kurang dominan dalam pembelajaran.
Guru lebih sedikit member informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik.
Guru lebih sring menggunakan metode tanya-jawab.
Tidak banyak kritik destruktif
Kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan.
Menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik.
Merumuskan tujuan dengan jelas.
Dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggunag jawab.
Peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan.
Adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas perseorang-an.
Belajar bersifat individual.
Evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses
pertukaran pengalaman.
Peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri.
Raths dalam John Jarolimek (1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut:
a. Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi:
1) Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.
2) Memilih berbagai alternatif yang ada.
3) Menentukan pilihan dan pertimbangan yang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-masing.
b. Membina kebanggaan (prizing), di antaranya:
1) Merasakan gembira atas ketepatan memilih.
2) Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing.
c. Melaksanakan (acting), di antaranya:
1) Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan.
2) Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pola kehidupan.
4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang kurikulum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.
5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.
6. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian tersebut menggambarkan:
Hasil belajar.
Tahap pengembangan kurikulum.
Program pendidikan yang ditawarkan.
C. Model Konsep Kurikulum
1. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua yang banyak digunakan di berbagai negara. Sesuai dengan namanya, kurikulum model ini sangat mengutamakan isi (subject matter). Isi kurikulum merupakan kumpulan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini.
Ditinjau dari isinya, Sukmadinata (2005: 84) mengklasifikasikan kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar, yaitu:
Correlated Curriculum
Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensial dari setiap mata pelajaran. Dengan menghubungkan beberapa bahan tersebut, cakupan ruang lingkup materi semakin luas. Kurikulum ini didesain berdasarkan pada konsep paedagogis dan psikologis yang dipelopori oleh Hearbat dengan teori asosiasi yang menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi (Ahmad: 1998, 131).
Unified atau Concentrated Curriculum.
Sesuai dengan namanya, kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“, selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan bahasa.
Integrated Curriculum.
Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat.
Problem Solving Curriculum.
Hal ini berisi tentang pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keteram-pilan dari berbagai disiplin ilmu.
Tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua hal yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis (Sukmadinata, 2005: 85). Ilmu yang termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda dengan ilmu-ilmu sosial.
Kurikulum ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat intelektual.
2. Kurikulum Humanistik.
Sesuai dengan namanya, kurikulum humanistik lebih mengedepan-kan sifat humanisme dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulum yang terlalu mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, di antaranya adalah Neal (1977).
Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.
Prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.
Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif.
3. Kurikulum Rekontruksi Sosial
Sesuai dengan namanya, kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama.
Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati dengan ilmu-ilmu lain.
Dalam praktiknya, perancang kurikulum rekonstruksi sosial selalu berusaha menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan.
Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi masyarakat.
Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan, terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
4. Kurikulum Teknologis
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Sukmadinata (2005: 97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum teknologis dapat ditemukan pada empat bagian, yaitu pada tujuan, metode, organisasi bahan, dan evaluasi. Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain:
Tujuan, diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus), yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Metode, pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai dengan kecepatan masing-masing.
Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam pengorganisasiannya.
Evaluasi, dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu topik/ subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini antara lain sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester (sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya objektif tes.
Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.
D. Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut:
The Administrative (Line-Staff) Model
Model pengembangan kurikulum ini paling awal dan sangat umum dikenal model Top Down (dari atas ke bawah) atau Line Staff (garis komando). Maksudnya yaitu inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi. Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut:
Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang (pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti).
Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsip-prinsip, landasan filosofis, dan tujuan umum pendidikan.
Tim bertugas untuk merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian, dan sebagainya.
Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar.
Hasil kerja direvisi oleh tim (panitia pengarah) atas dasar pengalaman atau hasil try out.
Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah, dan telah direvisi sebelumnya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum model ini berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu; a) Implementasi Kurikulum, akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum; b) Pengembangan Kurikulum, bukan hanya melibatkan personil yang profesional (guru), tetapi juga siswa, orang tua dan anggota masyarakat. Langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
Inisiatif pengembangan datang dari bawah (para pengajar).
Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan.
Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan lokakarya agar diperoleh input yang diperlukan.
The Demonstration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbarui kurikulum. Langkah-langkah pelaksanannya sebagai berikut:
Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
Hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
Beuchamp’s System Model
Sistem yang diformalisasikan oleh G. A. Beauchamp (1975) dalam bukunya “Curriculum Theory”, mengemukakan adanya 5 langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu:
Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para expert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan narasumber lain.
Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan.
Melaksanakan kurikulum di sekolah.
Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.
Taba’s Inverted Model
Dikatakan terbalik karena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh secara deduktif sehingga model ini sifatnya lebih deduktif. Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diim-plementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
Mengadakan try out.
Mengadakan revisi berdasarkan try out.
Menyusun kerangka kerja teori.
Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa, “Kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan”. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan berorientasi pada proses. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah pimpinan staf pengajar.
Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab.
Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personal akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan masalah sekolah.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
The Systematic Action-Research Model
Ada 3 (tiga) faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini, di antaranya adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
Mencari sebab-sebab terjadinya masalah sekaligus dicari pemecahannya.
Menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
Melaksankan keputusan yang telah diambil.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Pendekatan pengembangan kurikulum yaitu Pendekatan Kompetensi (Competency Approach), Pendekatan Sistem (System Approach), Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach), Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach), Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach), Pendekatan Terpadu.
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu 1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, 2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan 3) sebagai pengembangan individu. Model konsep kurikulum yaitu Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi), Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri), Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial, Konsep Kurikulum Teknologis.
Saran
Berdasarkan hal tersebut, dalam memilih pendekatan pengembangan dan model kurikulum harus di sesuaikan dengan pendekatan pengembangan dan model pembelajaran yang ada agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik serta dapat memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan. Tugas pengembang dalam hal ini salah satunya guru, harus dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada agar tercipta suasana pembelajaran yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Asimasih. (2011). Model Konsep Kurikulum. [Online] https://murniasihmu.wordpress.com/2011/12/31/model-konsep-kurikulum/.
Dana, Noerdian. (2013). Model Pengembangan Kurikulum. [Online] https://noerdiandana.wordpress.com/2013/10/19/model-pengembangan-kurikulum/.
Darman, dkk. (2014). Mata Kuliah Inovasi Kurikulum: Pendekatan dan Model Kurikulum. Program Studi Administrasi Pendidikan Kosentrasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhmmadiyah Kendari.
Endang. (2013). Model Model Pengembangan Kurikulum. [Online]
http://wulanendang.blogspot.co.id/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum.html.
Hamalik, Oemar. (2010). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hatami, Chaerul. (2013). Model Konsep Kurikulum, Model Pengembangan Kurikulum. [Online] http://chaerulhatami.blogspot.co.id/2013/04/model-konsep-kurikulum-model_9.html.
Lunenburg, Fred C. (2011). Curriculum Development: Deductive Models. [Jurnal Online] http://www.nationalforum.com/Electronic%20Journal%20Volumes/Lunenburg,%20Fred%20C.%20Curriculum%20Development-Deductive%20Models%20Schooling%20V2%20N1%202011.pdf
Mujiburrahman. (2011). Analisis Model, Pendekatan, Orientasi, dan Srategi Pengembangan Kurikulum. [Online] http://analisismodelpengembangan-kurikulum.blogspot.co.id/.
O’Neill, Geraldine. (2010). Overview of Curriculum Models. [Jurnal Online] http://www.ucd.ie/t4cms/UCDTLP00631.pdf
Ruhimat, Toto dkk. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Saputra, Andra. (2014). Pendekatan dan Model-Model Pengembangan Kurikulum. [Online] http://andraputraa.blogspot.co.id/2014/03/
Belum ada Komentar untuk "Makalah Pendekatan dan model kurikullum"
Posting Komentar