Makalah Filsafat ilmu pengertian Rasionalisma dan Empirisme
Filsafat Ilmu
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas matakuliah yang diampu
oleh dosen : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.S.i
Disusun Oleh :
Hasby Iskandar
:1163030034
JURUSAN HUKUM
TATANEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG
DJATI BANDUNG
2016 M/1438 H
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup ini banyak diberikan
keberkahan. Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Allah yang maha esa sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Ucapan terima
kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman-teman yang banyak
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari di dalam penyusunan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam
hal pengkonsolidasian.
Oleh
karna itu kami meminta maaf atas ketidak sempurnaannya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar
bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah ini.
Harapan
kami mudah-mudahan apa yang kami susun ini bisa memberikan manfaat bagi diri
kami sendiri dan teman-teman serta orang lain.
Bandung,
Penyusun
1. Rasionalisma
dan Empirisme
a. Pengertian Rasionalisme
Secara etimologis rasionalisme
berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa
Latin ratio yang berarti “akal”. Sementara itu, secara terminologis aliran ini
dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi
peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber
utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari
pengamatan inderawi. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat
membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio
Dalam
faham ini menekankan pada dua masalah utama yaitu : masalah subtansi, dan
masalah hubungan antara jiwa dan tubuh.
b.
Tokoh-Tokoh Rasionalisme
1).
Rene Descartes
Filsuf
yang pertama adalah Rene Descartes (31 Maret 1596 – 11 Februari 1650) adalah
sorang filsuf Perancis, matematikawan, fisikawan dan penulis. Dia dijuluki
“Bapak Filsafat Modern” dengan konsep skeptisisme, karena ia berperan besar
dalam membangun sistem pertama filsafat modern. Selain itu dia juga dinobatkan
sebagai bapak geometri analitis karena sumbangannya yang penting terhadap ilmu
aljabar dan karena penemuannya tentang sistem kordinat Cartesius. Descartes
adalah seorang tokoh besar pada abad ke-17 sebagai seorang filsuf rasionalisme
yang menyangsikan segala sesuatu untuk menemukan sebuah kebenaran, dia bukan
penganut skeptisme yang mneyangsikan segalanya, tetapi dia hanya sangsi pada
sisi metodis saja, hal kemudian menginspirasi pemikiran Spinoza dan Leibniz.
2). Gottfried Wilhelm Liebniz
Tokoh selanujtnya Liebniz yang dilahirkan pada tahun 1646 M dan
meninggal pada tahun 1716 M. Metafisikanya adalah ide tentang subtansi yang
dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Liebniz sama-sama memusatkan
perhatian pada subtansi.
3). De Spinoza
Bagi De Spinoza (1632-1677) lahir di
Amsterdam, menurut dia alam semesta ini, mekanisme dan keseluruhannya,
bergantung kepada sebab. Dengan pembahsan yang sama de spinoza berpandangan
tentang subtansi itu hanya satu,yaitu Allah, yang meliputi dunia dan manusia,
maka kemudian tokoh ini disebut
Panteisme ( Allah disamakan dengan segala sesuatu yang ada).
Dalam perkembangannya rasionalisme
diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas,
namun tetap dalam satu koridor yang sama. Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh
kenamaan seperti Nicolas Malerbranhce(1638-1775), Christian Wolff
(1679-1754)dan Blaise Pascal(1623-1662). Dalam pemikiran Pascal berbeda dengan
Descartes terutama dalam penerimaan ilmu pasti sebagai sesuatu yang istimewa
dalam filsafat, karena ada yang lebih penting dari pada akal (reason) yakni
hati, akal hanya menghasilkan pengetahuan yang dingin, sedang hati memberikan
pengetahuan dimana cinta juga mempunyai peranan.
C. Metode
Pokok pemikiran rasionalisme yang di
awali oleh Descartes adalah bahwa akal merupakan satu-satunya jalan menuju
pengetahuan. Di dalam buku Discourse on Method, dia mencoba untuk sampai pada
pokok dari suatu asas atau pemikiran dasar. Dalam bidang ilmiah tidak ada
sesuatupun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan, satu-satunya
pengecualian adalah ilmu pasti.
Bagi faham ini, yang di awali oleh
Descartes membagi pikiran tentang materi menjadi dua;
1) . Pikiran fitri/instinktif (innates
ideas)
2) . Pikiran lanjutan (penginderaan/maujud)
yang mengekspresikan reaksi jiwa karena pengaruh luar , seperti warna, rasa,dan
bau.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai
pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang
bagi pikiran (ide sederhana) yang bukan sumber
utama pengetahuan, karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak di dalam ide-ide bawaan(innates ideas)[, dan bukannya di
dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai
dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Lebih lanjut metode Descartes dalam
mencapai sebuah kebenaran mempunyai empat tahapan, yakni : Tidak menerima
sesuatupun sebagai kebenaran, menjadikan sebuah masalah atau kesulitan menjadi
bebrapa bagian, menyusun pikiran yang teratur dari yang sederhana, dan
terahir membuat perhitungan yang
sempurna dan pertimbangan yang meneyeluruh.
Gagasan manusia bagi Descartes dibagi menjadi tiga
bagian : gagasan instinktif atau fitri, meliputi Tuhan, gerak keluasan, dan
jiwa; gagasan samar, yakni gagasan yang datang dari indera luar, dan terahir
gagasan yang berbeda-beda disebabkan maslah lain.
Kaum rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan
yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya
diturunkan dari ide (innates ideas) yang menurut anggapannya adalah jelas,
tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana”
sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Selain
Allah (sebagai ide fitri/bawaan) terdapat dua subtansi lain, yakni Jiwa dan
materi yang hakekatnya adalah keluasan atau eksistensi. Sementara subtansi
menurut Liebniz ialah prinsip akal yang mencukupi yang secara sederhana dapat
dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai
alasan untuk setiap yang diciptakannya.
Ia menyebut subtansi-subtansi itu monad. Setiap monad berbeda antara
yang satu denga yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya
monad yang tida tercipta) adalah pencipta monad-monad itu. Manusia bagi
Descartes adalah mahluk dualitas, yang terdiri dari dua subtansi ; jiwa dan
tubuh. Jiwa adalah pemikiran, sedangkan tubuh adalah keluasan, sehingga
sebenarnya tubuh tidak lain adalah mesin yang dijalankan oleh jiwa.
Jadi
pada dasarnya rabsionalisme memang bersifat majemuk dengan berbagai kerangka
pemikiran yang dibangu secara deduktif disekitar obyek pemikiran tertentu.
Walaupun
satu sisi rasionalisme membawa semangat kebebasan individu yang kemudian
diharapkan munculnya kreativitas tetapi disisi lain dari sinilah munculnya
paham sekularisme. Paham ini kemudian banyak memberikan dampak terhadap
kewacanaan dan penyelenggaran pendidikan yang disandingkan dengan agama dan
kepercayaan umat manusia termasuk kaum muslim di Indonesia.
Kritik
terhadap faham ini bayak dilontarkan oleh kaum empirik dan juga para filsuf
muslim modern, di antaranya :
1)
Analisa
pengetahuan dengan menisbahkan kepada inderawi , yang berarti menghilangkan
konsep ide bawaan( fitri/innates ideas) yang mereka buat
2)
Metode
filsofis yang memunculkan subjek dan objek bersamaan adalah sebuah
kemustahilan.
3)
Hasil
ilmu yang deduktif sering bertentangan dengan realitas di lapangan.
b.
Pengertian Empirisme
Kata-kata
ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata
experietia[, yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil
untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan
atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang
menggunakan indera. Selanjutnya
secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di
antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam
pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia
maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja. Masalah yang
dibicarakan adalah tentang subtansi. Dan karena berdasar pada pengelaman inderawi
maka teori empirikal berdasarkan atas eksperimentasi realitas. Pada kelanjutanya
teori ini di anut pula oleh Marxisme tentang pengetahuan manusia sebagai
cerminan realitas obyektif.
Tokoh-tokoh
empirisme
1). Thomas Hobbes ( 1588-1679)
Tokoh
ini dilahirkan sebelum waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman
penyerbuan armada Spanyol ke Inggris. Hobbes menolak filsafat skolastik dalam
filsafat dan berusaha menerapkan konsep-konsep mekanik dari alam fisika kepada
pemikiran tentang manusia dan kehidupan mental. Karya dalam filsafat adalah
Leviathan (1651) yang mengekspresikan hubungan antara alam, manusia, dan
masyarakat.
2). John Locke
Filsuf
empiris yang pertama dan terkenal adalah John Locke. John Locke (lahir 29
Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang
filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan
empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal
sebagai filsuf negara liberal..
Salah
satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah
teori tabula ras (manusia lembaran kertas putih) dan seluruh isinya berasal
dari pengalaman.
3).
David Hume
David
Hume (26 April, 1711 – 25 Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan
sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi
barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume
berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan
penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari
sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.
Tokoh
empirisme lainya adalah : Francis bacon , George barkeley. Francis Bacon lebih
di kenal sebagai pelopor empirisme Inggris.
c.
Metode
Filsafat
ini juga dikenal dengan filsafat materialisme, yakni segala sesuau yang ada
bersifat bendawi. Maksudnya bendawi adalah
segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan , segala kejadian adalah
gerak yang berlangsung karena keharusan. Dari uraian inilah kemudian faham ini
menyatakan bahwa subtansi adalah realita
yang kemudian dengan disebut dengan teori aktualitas.
Manusia
dalam aliran ini adalah tidak lebih dari suatu bagian alam bendawi yang
mengelilinginya. Dengan demikian manusia yang hidup adalah tidak lain dari
gerak anggota tubuh, selama darah mengalir dan jantungnya bergerak yang
disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir.
Adapun
pandangan mereka tentang jiwa tidak jauh beda dengan konsep materialnya,
sehingga jiwa merupakan kompleks dari proses-proses mekanis di dalam tubuh.
Seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi
empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber
pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia.
Bagi
Locke, pengalaman itu ada dua; pengalaman lahiriah(sensation) dan pengalaman
batiniah ( reflection), kedua pengalaman ini mengahasilkan ide tunggal ( simple ideas) dan dengan ini manusia dapat
membantuk ide majemuk, dalam hal ini jiwa/ruh bersifat pasif.
Lain
halnya pendapat Hume, bahwa subtansi itu tidak ada, sebab yang di alami ialah
kesan-kesan saja tentang bebrapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama. Sehingga dalam faham ini pengetahuan di bagi
menjadi tiga :
1)
.
Pengetahuan intuitif, pengatahuan tanpa pembenaran yang lain.
2)
Pengetahuan
reflektif, pengetahuan yang membutuhkan informasi lain.
3)
Pengetahuan
empirikal, pengetahuan suatu obyek yang telah diketahui.
Meskipun
demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan
demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu,
pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong yang terkenal
dengan teori Tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir
berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memproses data, dan data yang
ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat
inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean.
Lebih
lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal
sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap
aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca
indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki
kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’,
‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan
membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Terdapat
beberapa kritik atau kelemahan empirisme yaitu kenyataan bahwa kemampuan indera
terbatas,terkadang indera menipu contohnya fatamorgana dan konsep berasal dari
indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini, indera (mata) tidak mampu melihat
seekor kerbau secara keseluruhan.
Ash
Sadr, Baqir. falsafatuna ; Pandangan
Mbaqir ash sadr tentang Pelbagai aliran filsafat Dunia.(terj. Nur Mufid),
Bandung : Mizan, 1999.
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Gie,
The Lian, Pengantar Filsafat Ilmu ,Yogyakarta: Liberty, 2004.
Kattsoff,
Louis O. Element of Philosophy atau Pengantar Filsafat, (terj. Soejono Soemargono), Yogyakarta, Tiara Wacana, 2004.
Praja,
Juhaya S. Aliran-aliran Filsafat & etika,
Jakarta : Prenada Media; 2003.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 1998.
Belum ada Komentar untuk "Makalah Filsafat ilmu pengertian Rasionalisma dan Empirisme"
Posting Komentar